Celah bag II


                Tak kumengerti dengan keinginan-Nya. Belasan tahun aku bergelut dengan kehidupan hati. Namun tak ku tangkapa jua apa yang ingin dia sampaikan, atau mungkin aku terlau bodoh dibutakan gairah yang menjejalikemurnian nuraniku. Entahlah… celah pertama kuhapuskan karena niat pertamaku ingin focus pada suatu keseriusan yang selamai ini kujalani. Meski ‘sesuatu’ tak lagi kurasakan, namun kuingin menutupnya hingga taka da lagi celah yang lama.

         Larut  malam itu ketika aku dalam perjalanan menuju tempat kerjaku untuk persiapan pemotretan esok hari. Terasa sekali kendaraan hanya bisa berjalan merayap, entah karena apa diujung sana aku juga kutang tau, hingga tiba pada sebuah tikungan dimana kulihat sebuah kendaraan terbalik disisi jalan.  Terlihat para korban digotong dan dipapah kesebuah rumah makan  yan g tepat berada di pinggir lokasi kecelakaan. Dengan terenyuh kupandangi satu persatu wajah korban yang terlihat kesakitan. Dalam khusuk ku melihat mereka, mataku tertuju pada seorang perempuan muda yang sedang dipapah. Sinar matannya sayup meredup dan bibirnya menyeringai menahan kesakitan. Tak tahu alasan pastinya, tapi mataku tak ingin sedikitpun beranjak darinya. Begitu lekat aku menatapnya hingga seperti menembus jantungnya dan mencari tau siapa dia sebenarnya. Sebuah perasaan aneh yang tak mampu ku lukiskan saat itu. Perasaan haru, iba, simpati campur aduk jadi satu. Seperti hati ini telah mengenalnya lama dan menyayanginya. Ingin rasanya aku turut membantunya dan ikut merawatnya saat itu juga.  Sungguh aneh, padahal ini kali pertama aku melihatnya dan dalam situasi seperti ini. Perlahan-lahan bus yang kutumppangi berlalu dari tempat itu, namun ingatanku pada wajah itu begitu kuat.
        Dua bulan berlalu sejak peristiwa itu. Namun wajah perempuan muda itu tak pernah berhenti menghantui saat pikiranku rileks gak ada pekerjaan ataupun kesibukan.  Kadang seolah-olah dia muncul pada diri orang lain yang ku kira itu adalah  dia. Setiap perempuan yang memakai atribut yang hampir sama  slalu aku mengira itu adalah dia.  Seperti orang gila, aku terobsesi pada sesuatu yang tidak nyata. Disaat aku hanyut dalam lamunan dan pemikiran tentang dia, tiba-tiba terdengar suara atasanku memanggil.


        “jaq, kamu baik baik saja ?”  tegur Bapak Fat, atasanku. “iii..iya pak, maaf pak.. ada apa yah ?” jawabku tergagap. “perkenalkan ini adalah karyawati baru di peruasahaan ini, namanya icka.” Terang atasanku. “Darja.” Ku ulurkan tanganku dan memperkenalkan diri. “icka.” Sahutnya.  Lama tanganku menggenggam jemarinya, sembari mata ini begitu tajam menatap wajahnya. Seperti mencari jawaban atas pertanyaanku. Tiba-tiba atasanku menyela, “sudah-sudah nanti dilanjutkan lagi, saya masih ada perlu sama dia.” Jelasnya. Owwhh . . iiya.. ya pak, maaf.” Jawabku malu. Mereka pun berlalu dari hadapanku. Namun sesekali Icka menoleh kebelakang dan melemparkan senyum manisnya padaku. Ohh tuhan.. jantungku terasa mau copot. Gak karu-karuan degup jantungku saat ini kurasakan. Dan perasaanku mengatakan dia adalah perempuan yang kulihat di malam kecelakaan itu.
        Seiring berjalannya waktu kamipun semakin dekat. Meskipun kami divisi yang berbeda tapi dalam satu perusaan yang membuat kami sering bertemu. Semua itu berawal saat dia meminta bantuanku. Untuk perencanaan busana untuk pemotretan di pantai. Dan ternyata benar adanya, bahwa dia adalah perempuan yang kulihat malam itu. Semua keluarganya selamat kecuali adek kecilnya yang tak bisa diselamatkan dan akhirnya meninggal.
        “tanpa terasa benih benih cinta mulai tumbuh. Semakin menguat dan begitu dalam, meski dia tahu bahwa kita tak mungkin bersama selamanya. Karena keadaanku yang memang sudah terikat dengan yang lain. Yaahh. .memang cinta terlarang, cinta yang tumbuh pada tempat dan waktu yang salah. Ruang yang berpenghuni kini telah menyisakan celah  celah yang begitu banyak. Dan celah itu membuatku tak bisa merasakan cinta yang utuh seperti dulu.  Seperti setemngah rasaku hilang dan menyisakan sepi tiada gairah. Seringkali teman-teman kantor mempergunjing kedekatan kami,  bahkan tak segan-segan mencemooh meskipun tak berani di depanku. Hanya seorang icka yang jadi korban mereka. Aku terima cercaan mereka, karena diatas kertas semua ini memang salahtentunya mereka melihat apa yang dilihatnya.dan gak perlu susah payah mengerti dan mencari alas an, sebab, dan memandang dari sisi diriku yang merasakan ini. ‘No one knows what is lie to be me.’  Meskipun aku sadar itu tidak bisa membenarkan atas apa yang telah aku lakukan.
        Waktu semakin jauh terlewati, celah semakin menguat dan seperti membentuk ruang tersendiri. Dan tentunya tak mungkin ada dua ruang hati dalam diriku. Hingga dia memintaku untuk memilih antara ruang yang berbeda.


        “jaaq, kita gak bisa terus-terusan begini. Aku gak sanggup lagi jaaq. Terlalu banyak yang terluka dengan semua ini. Dan ku tau jika terjadi sesuatu dengan hubunganmu, aku yang paling dipersalahkan.” Ungkap icka berurai air mata. Aku hanya terdiam membisu, akupun tak tahu harus bagimana. Tak mau menyakiti salah satunya, dan tak bisa kehilangan mereka. Mungkin egois, tapi mereka adalah pribadi yang berbeda. Yang memang kubutuhkan dan kuinginkan untuk mengarungi hidup ini sampai akhir hayatku. Mereka perempuan-perempuan hebat yang mampu membuatku lebih kuat dan berhasil menjalani hidup ini dengan lebih baik. Kadang aku berfikir,  kenapa tidak mereka ada dalam satu sosok hingga taka ada lagi yang tersakiti. Namun itulah manusia yang memang tak sempurna, dan aku harus bisa menerimanya seperti juga diriku yang penuh kekurangan.
        Tak sanggup juga bagiku menjalani da menyimpan kebohongan ini. Semuanya semakin memburuk saat kujujurkan hatiku pada pacarku. Dan diwaktu yang gak berselang lama, icka memutuskan untuk bersama yang lain, disaat bersamaan dating masalah-masalah datng dalam keluargaku sendiri.

        Langit seperti runtuh dan bumi bergetar hebat. Sesaat itu pula semua terasa gelap dan aku linglung dalam ketidak berdayaanku. Begitu dalam luka yangku torehkan pada orang yang bertahun-tahun tulus mencintaiku dan menemaniku, sedang hanya perih yang mampu kubalaskan. Meskipun dia memaafkanku namun ku terlalu sangat tidak pantas untuk bersamanya lagi. karena aku tahu ku tak bisa membahagiakanya. Karena tak mempu memberikan rasa yang utuh kepadanya.  Sedang kau sendiri harus menanggung sakit dan perih kehilangan icka. Terlalu cepat dia berlalu, meski tak kusalahkan atas apa yang terjadi. Tapi mengapa secepat itu dia bersama yang lain..? entahlah... tak mampu lagi ku berfikir dengan jernih, akal sehatku seperti mati.  Namun satu hal bisa kupahami. “takkan ada celah bila kita benar-benar mencintai pasangan kita.” Terutama mungkin untuk orang sepertiku yang sangat membutuhkan the powerful love in the greatest love story.

       

        Tak ada kata perpisahan, taka da ucapan selamat tinggal. Tidak untuk mereka ataupun keluargaku. Hening. . ku sudah berdiri pada tebing yang curam. Satu wajah terlukis jelas dalam ingatanku malam itu. Seorang lelaki yang masih terlihat  begitu muda dan penuh wibawa. Itu juga wajah yang pernah kulihatsaat kecil dulu,  sebelum beliau meninggalkan kami sekeluarga.
      Sungguh sangat kurindukan semua tentangnya, ingin berlari memeluknya, dan menangis dalam pelukannya. Merengek, dimanja dan menceritakan beban berat dalam hidupku. Air mata mengucur bgitu deras dan tak henti hentinya menyesakkan dada. Mungkin inilah saatnya, takkan ada lagi ruang, takkan ada lagi celah, takkan ada lagi mereka berdua.      
        “maafkan anakmu ibu, maafkan anakmu ayah, aku telah gagal dalam menjalani hidup ini. Tuhan, ampunilah dosa-dosa hambamu ini.” Dan kupejamkan mata ini . . .


Karya :SoulCried
Tamat

Komentar