Hukum Astologi dalam Islam

Menyangkut Masalah Zodiak
Oleh : Afra Nur Khadijaa
111010548

Astrologi adalah ilmu perbintangan. Dalam terminologis syar’i dikenal sebagai ilmu nujum, Syaikhul Islam memberi definisi, “memprediksi kejadian - kejadian dibumi berdasarkan keadaan perbintangan. (Majmu’ Fatwa, 35/192).
Hingga sekarang ilmu ini masih digunakan untuk berbagai kepentingan seperti perkiraan cuaca, musim sampai ramalan nasib manusia. Oleh karena itu pembahasan permasalahan ini memerlukan perincian karena sebab tadi.hanya saja keyakinan terakhir yakni ramalan nasib manusia nampak lebih dominan dan dikenal lua. Sebagai buktinya adalah kegemaran sementara para pemuda memelorati rasi bintang  yang disuguhkan berbagai media masa. Motivasi mereka berbeda-beda, ada yang sekedar iseng sampai meyakinikebenaran ramalan tersebut.
Sebuah survei yang diadakan oleh sebuah koran terbesar dijawa timur menyimpulkan bahwa masih banyak kalangan muda yang mempercayai kebenaran ramalan itu dan menganggap satu hal yang wajar (tidak dosa). Hanya sedikit yang berpendapat sebagi suatu kesyirikan. Ini sangat ironis, generasi muda diharapkan menjadi generasi yang cerdas menjadi intelektual bangsa yang ternyata masih doyan hal-hal yang irrasional. Terlebih kepercayaan ini termasuk syirik. Ini membuktikan bahwa masyarakat (kerena yang percaya tidak hanya kalangan muda) masih banyak yang awam tentang berbagi bentuk kesyirikan. Bahkan diyakini sebagai sesuatu yang wajar. Allahul musta’man...
Fungsi Bintang
Allah menciptakan bintang dengan tiga tujuan ; Sebagai hiasan langit, sebagai pelempar setan yang mencuri dengar berita langit dan tanda petunjuk jalan. Allah berfirman :
 Sesungguhnya kami telah mengiasai langit yang dekat  dengan bitang-bintang, dan kami jadikan bintang-bintang itu alt pelempar setan, dan kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala.(Qs Al-Mulk : 5)
 FirmaNya pula :
Sesungguhnya kami telah menghiasi langit  yang terdekat yaitu dengan hiasan, yaitu bintang-bintang, dan telah memeliharanya (dengan sebenar-benarnya) dari setiap setan yang sangat durhaka, setan-setan itu tidak dapat mendengar (pembicaraan) para malaikat dan mereka dilempari dari segala penjuru untuk mengusir mereka, dan bagi mereka siksaan yang kekal. Akan tetapi barang siapa (diantara mereka) yang mencur  (pembicaraan) maka ia dikejar oleh suluh api yang cemerlang. (As Shaffat : 6-10)
Dan (Dia ciptakan) tanda-tanda (penunjuk jalan). Dan dengan bintang bintang itulah mereka mendapat petunjuk. (An-Nahl : 16)
Imam Bukhari berkata :
Qotadah berkata,  “ Allah mencipatak bintang untuk tiga tujuan; sebagi hiasan langit, pelempar setan-setan dan tanda  sebagi petunjuk. Siapa yang menafsirkan selin itu sungguh dia tersalah. Menyia-nyiakan keberuntungannya dan memaksakan untuk mengetahui sesuatu tanpa bekal  ilmu. (Kitab Bad’il Khalqi – bab Fi Nujum secara mu’allaq)
Sanad bukhari ini diriwayatkan bersambung  oleh  Abdun bin Humait dari jalan Syaiban dari Qatadah namun dengan tambahan diakhirnya, “Dan sesungguhnya manusia yang bodoh terhadap perkara Allah telah mengada-adakan perdukunan dalam perbintangan ini. Yaitu (keyakinan) siapa yang menanam pada waktu bitang ini muncul, maka akn begini. Siapa yang berpergian pada bintang itu, maka akan begitu. Sungguh. Tidaklah ada stu bintang-pun  dari bintang-bintang itu melainkan dilahirkan ketika itu orang yang dilahirkan tinggi, pendek, berkulit merah, kulit putih, rupawan dan buruk rupa. (Namun)  bintan- bintang dan burung ini tidak mengetahui perkara ghaib sedikit-pun” (fathul Bari, Ibn Hajar 6/437).
Syaihk Abdurrahman menjelaskan perkataan Qatadah “siapa yang menafsirkan selain itu, sungguh dia tersalah”  yakni, siapa  yang menyangka selain apa yang disebutkan  Allah dalam kitab-Nya yaitu utuk tiga tujuan tersebut  maka sungguh dia telah salah.  Karena menyangka sesuatu yang tidak ada dalilnya dari Allah. Dan dia telah menyia-nyiakan dirinya  untuk memperoleh setiap kebaikan  karena telah menyibukkan dirinya  pada apa-apa yang memadharatkan   bukan pada yang bermanfaat . (Fathul Majid, hal 383)
Hukum Astrologi
Ada beberapa hadits yang menjelaskan perbintangan :
”Siapa yang mempelajari ilmu nujum berarti telah mempelajari sebagian dari ilmu sihir, bertambahnya ilmu sihir selaras dengan ilmu nujum  yang dipelajarinya”.
(Hasan. Ahmad 1/277, Abu Dawud 3905, Ibnu Majah 3726 dishahihkan oleh Nawaw, ad Dzahabi dan Al Albani dalam As Shahihah 793)
Rasulullah Saw bersabda :  
“Aku takutkan dua hal menimpa umatku sepeninggalku nanti;  mendustakan takdir dan beriman kepada nujum.”
(Hasan Lighairihi, Abu ya’la dalam musnad1023/hadist serupa lihat As  Shahihal Al Albani 1127)
Syaikhul Islam berkata “ Rasullulah secara tegas mensabdakan bahwa ilmu nujum termasuk sihir, dan Allah berfirman,
“Dan tidaklah menang tukang sihir itu , dari mana saja ia datang.” (Qs. Thaha 69)]
Alkhatbi  berkata, “ilmu nujum yang dilarang adalah apa yang di klaim oleh ahlu nujum  berupa ilmu yang digunakan untuk mengetahui peristiwa yang belum terjadi pada waktu yang akan datang  seperti waktu berhembusnya angin, turunya hujan, turunya es, cuaca panas dan dingin, berubahnya harga barang dan semisalnya. Mereka menyangka tau hal itu berdasarkan peredaran bintang berkumpul dan berpencarnya. Mererka menyangka bahwa bintang itu memiliki pengaruh dibumi. Ini adalah menerka – nerka perkara ghaib dan ilmu yang disembunyikan Allah. Padahal tidak ada yang tau kecuali Dia...
adapun ilmu nujum yang diketahui dengan cara menyaksikan langsung dan dari informasi yang dengannya diketahui waktu  tergelincirnya matahari dan arah kiblat maka tidak dilarang. Karena mengetahui bayangan tidak lebih dari sekedar mengamati gerakan  bayangan yang semakin memendek. Matahari bergerak  dari timur menuju titik kulminasi. Jika bayangan mulai condong ke timur berarti  matahari bergerak dari titik kulminasi ke arah barat. Pengetahuan ini dapat di ketahui dengan menyaksikan langsung. Namun orang yang ahli telah membuat alat yang dengannya orang cukup dengan mengamati waktu, tidak usah melihat lagi.”
Sedangkan untuk melhat arah kiblat, maka telah dicermati oleh  para ulama pakar yang tiodak diragukan lagi perhatian dan memahaman merka terhadap masalah agama dan kebenaran apa yang diinformasikan oleh mereka.(ma’alimua Sunan, 4/230. Seperti di nukil dalam fathul majid2/527-532 dan Aunul Ma’bud, Syamsul  Haq Al Abadi).
Ibnul munzir meriwayatkan dari mujahid, bahwa mereka tidak mengapa mempelajari kedudukan bulan  (diriwayatkan pula oleh  Al Khatib Al baghadi seperti tercantum dalam  Durrul Mantsur, As Suyuthi 3/329).
Note : Setidaknya jika tulisan ini tidak diterbitkan, kami  mohon agar halaman zodiak di hapuskan atau diganti..


Komentar