Keutaman dan Hukum
Oleh : Khoirony. Art .i.k
BERJABAT TANGAN
(Muraja'ah : Imam Ahmad)
Sungguh pada diri Rasullulah
Muhammad Saw terdapat suri tauladan yang baik dalam masalah aqidah, ibadah,
mu’amalah dan semua aspek kehidupan. Ahlak beliau sangatlah terpuji sehingga Ummul Mu’ minin Aisyah ketika
ditanya tentang ahlaq beliau, ia mengatakan bahwa ahlak Rosulullah adalah Al
Qur’an. Penutup para nabi ini dalam bermuamalah dengan para sahabatnya tidak
membeda-bedakan antara yang satu dengan yang lainya.
Dalam
satu riwayat dikatakan bahwa ada seorang laki - laki bertanya pada abu Dzar,
“Apakah rasulullah menjabat tanga, ketika kalian menemuinya?” Maka dijawab,
“tidaklah aku menemui beliau kecuali beliau menjabat tanganku.” (Hadist ini
didhoifkan oleh Syaikh Albany di Almsykat 3/1327).
Hadist
diatas adalah dhoif maka tidak bisa dijadikan landasan beribadah, kecuali
dikatakan dengan riwayat lain yang bisa
mengangkat derajatnya menjadi hasan. Didalam kitab-kitab hadits terdapat banyak
yang menerangkan disyariatkan amalan ini-yakni jabat tangan dengan sesama jenis
ketika bertemu saudaranya sesama muslim (laki-laki dengan laki-laki atau
mahramnya, wanita dengan wanita atau mahramnya, pen). Dalam suatu hadist dari
Baro’ bin ‘Azib, Rosulullah Saw bersabda :
Tidaklah dua orang muslim bertemu lalu berjabat tangan kecuali
keduanya diampuni (dosanya) sebelum lepas jabat tangan mereka. (HR Tirmidzi,
Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad dan dishahihkan oleh Al Albani dalam shahih sunan
Tirmidzi 3/122)
Hadits diatas secara jelas menunjukan
keutamaan berjabat tangan, Shaikh Salim bin ‘Ied Al Hilaliy berkata, “ dalam
hadits ini Allah mengutamakan umat ini diatas umat-umat yang lain dengan
menjadikan jabat tangan sebagaipenebus atau pelebur dosa.” (Bahjatun Nadhirin,
2/152).
HUKUM BERJABAT TANGAN
Bila ditinjau dari hukum , jabat
tangan dibagi menjadi beberapa bagian.
1. Sunnah atau mustahabbah
Dari Qatadah, ia berkata, ‘ saya bertanya kepada Annas bin Malik, ‘Apakah
jabat tangan telah ada pada jaman rasulullah Saw ? Annas menjawab, ‘ya’”.(Hr.Tirmidzi,
kitab Isti’dzan bab 31 dan dishahihkan oleh Shaikh Albani dalam shahih sunan
Tirmidzi 2/91)
Ibnu Bathol berkata, “jabat tangan
adalah baik menurut para ulama.” Imam malik menyatakan bahwa jabat tangan
adalah mustahab (sunnah) setelah sebelumya dia
membencinya. Imam nawawi berkata, “jabat tangan adalah sunah yang telah
disepakati ketika bertemu.” (Tuhfathul Ahwadzi 7/426).
Dari Al Baro’, Rasullullah bersabda “jika
dua orang muslim bertemu lalu berjabat tangan
ketika bertemu, dan disunahkan juga memuji Allah dan meminta ampun pada-Nya
maka diampuni dosa keduanya.” (Hr. Abu Dawud dala kitab Adab bab 142 dan
dishahihkan oleh Albaniy dalam shaikh sunan Abu Dawud 3/429).
Mubarokfuri berkata, “ hadits ini
menunjukkan disunnahkannya berjabat tangan ketika bertemu, dan di sunnahkan
juga memuji Allah dan meminta ampun pada-Nya
yaitu dengan mengatakan semoga Allah mengampuni kami dan kalian.
(Tuhfathul Ahwadzi 7/429).
Jabat tangan ini adalh suatu ibadah,
maka sudah seharusnya seorang muslim
mengamalkannya dengan ihlas hanya mengharap pahala Allah semata.
Janganlah berjabat tangan hanya untuk sekedar basa-basi atau untuk mengharap
urusan duniawi seperti yang dilakukan oleh orang kafir, Rasulullah bersabda
dalam hadits Baro’ bin ‘Azib,”tidaklah
dua orang muslim bertemu lalu salah
satunya mengucapkan salam pada yang lain dan menjabat tangannya, tidaklah
menjabat tangannya kecali karena Allah. Tidaklah keduanya melepas jabatan tangannya sehingga diampuni. (HR
Ahmad, sanadnya dishahihkan oleh Hamzah Ahmad Zain dalam Syarah Musnad Ahmad
14/208).
2. Haram
Jabat tangan macam yang kedua ini ada kalanya berupa kebid’ahan.
Adapun macam yang pertama adalah seperti jabat tangan seorang lelaki dan wanita
yang bukan mahramnya. Rasulullah sangat keras melarang perbuatan ini dalam hadits-haditsnya yang banyak sekali, diantaranya;
Dari Abdullah bin ‘Amr, sesungguhnya Rasullullahtidak berjabat tangan
dengan wanita ketika membaiat. (HR.Ahmad 2/213 dishahihkan oleh
Shaikh salim dalam Al Manahi As Syari’iyah 3/59).
Dari Umaimah bintu Ruqoiqoh dia berkata, “Rasullulah bersabda,
“sesungguhnya aku tidak mnejabat tangan para wanita, hanyalah perkataanku untuk
seratus orang wanita seperti perkataanku untuk satu orang wanita. (HR.
Tirmidzi 1597, Nasai 7/149, Malik 2/982 dishahihkan oleh shaikh Salim
Alhilaliy)
Dari Ma’qol bin Yasar dia berkata, “Rasullulah Saw bersabda,’sungguh
kepala laki-laki ditikam dengan jarum besi lebih baik daripada dia menyentuh
wanita yang tidak halal baginya. (HR. Tabroni dalam Mu’jam Kabir
20/174 dan dihasankan oleh shaikh Salim Al hilaliy).
Hadits-hadits
diatas jelas melarang kita berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram
kita. Tapi kadang muncul dibenak kita bagaimana jika wanita itu sudah tua dan
dia menggunakan kain sebagai pembatas? Maka tidak ada obat bagi orang yang
tidak tahu kecuali bertanya pada orang yang alim. Shaikh Abdul A ziz bin Baaz pernah ditanya masalah ini dan
beliau menjawab, “Tidak boleh berjabat tangan dengan wanita-wanita yang bukan
mahramnya secara mutlak baik wanita itu masih muda ataupun sudah tua, baik yang
menjabat tangannya itu pemuda maupun kakek-kakek, karena padanya ada fitnah
bagi keduanya.” Kemudian beliau membawakan dua hadits lalu melanjutkan
perkataanya, “dan tidak ada bedanya berjabat tangan menggunakan pembatas (kain/sarung tangan)
ataupun tidak, karena keumumman dalil tersebut, dan untuk membendung
sarana yang bisa membawa kepada fitnah.”
(Fatwa Islamiyah 3/76).
Adapun
jabat tangan yang termasuk bid’ah adalah seperti jabat tangan setelah shalat
Subuh dan Ashar. Berkata “Izz bin Abdus Salam, “berjabat tangan setelah shalat
Subuh Dan Ashar termasuk bid’ah (Al Qaulul Mubin: 294).
Adapun
perkataan Imam Nawawi, ”...Adapun jabat tangan yang dilakukan manusia setelah
shalat susbuh dan Ashar adalah tidak ada aslanya dalam syariat akan tetapi
tidak mengapa dikerjakan karena asal dari jabat tangan adalah sunnah. Dan
keberadaan manusia menjaga amalan ini
pada sebagian keadaan dan meninggalkanya pada sebagian yang lain atau memperbanyak amalan ini
tidaklah keluar dari asal jabat tangan
yang disyariatkan.”
Maka
berkata Ali Al Qori setelah menyebutkan perkataan Imam Nawawi diatas, “dan
tidak samar bahwa perkataan Nawawi ada pertentangan, karena melakukan sunnah
pada sebagian waktu tidak dikatakan bid’ah. Sedangkan amalan manusia pada dua waktu ini (jabat
tangan setelah shalat Subuh dan Ashar ) tidaklah disunnahkan oleh syariat.
Sesungguhnya jabat tangan yang disyariatkan adalah awal waktu bertemu. Dan kadang terjadi
sekelompok manusia saling bertemu tanpa jabat tangan dan langsung sambut menyambut dengan obrolan
atau mempelajari ilmu sampai watu yang lama, kemudian setelah shalat mereka
berjabat tangan apakah ini termasuk syariat yang disunahkan ..? oleh karena itu
sebagian ulama mempertegas bahwa jabat
tangan setelah shalat dibenci dan hal itu termasuk bid’ah yang tercela.
Dan
berkata Qodi Basyirudin Al Qonwajiy, “Dan demikianlah jabat tangan dan saling
merangkul setelah shalat “Iedul Adha dan “Iedul Fitri termasuk bid’ah yang
tercela dan menyelisihi syariat.” (Tuhfathul Ahwadzi 7:427).
Dari
keterangan-keterangan yang telah berlalu dapat kita ambil beberapa faedah
penting diantaranya:
1.
Jabat tangan adalah
amalan yang disunahkan dan sangat dianjurkan oleh syariat karena besarnya
keutamaan yang dikandungnya diantaranya
adalah diampuni sebab diampuni dosa seseorang.
Disebutkan Imam Malik (dalam
Mutawatho), bahwa jabat tangan bisa m,enghilangkan kedengkian dalam hati
seseorang. Akan tetapi hadits ini dilemahkan oleh Syaikh Albani.
2.
Hadits-hadits diatas
menunjukan bahwa jabat tangan disunahkan ketika bertemu. Tapi hal ini tidak
menafikan bolehnya jabat tangan ketika hendak berpisah karena adanya dlil-dalil yang
menerangkan hal tersebut. Hal ini
diterangkan oleh syaikh Albani Dalam As Sahihah nomor 16, “perkataan
sebagian mereka bahwa jabat tangan ketika akan berpisah merupakan
kebid’ahan adalah tidak benar. Ya, sesungguhnya
orang yang berpijak pada hadits-hadits yang datang pada masalah jabat tangan ketika bertemu mendapatinya lebih banyak dan lebih kuat darpada hadits-hadits yang
datang pada masalah jabat tangan ketika berpisah. Dan orang-orang yang faqih
akan menarik kesimpulan bahwa jabat tangan ketika berpisah kedudukannya dalam
syariat ketika sedang bertemu. Yang pertama adalah sunnah yang kedua adalah mustahabah.
Adapun dikatan bid’ah maka hal itu tidak benar karena dalil-dalil yang telah
kami sebutkan.”
3.
Kita harus membedakan
antara jabat tangan yang sunah dengan jabat tangan yan g haram, sekalipun pada
asalnya jabat tangan itu disyariatkan.
4.
Anjuran atau istihbabnya seorang yang alim terhadap
suatu amalan yang tidak didasari dalil
termasuk sebab munculnya bid’ah
Demikian pembahasan yang dapat kami nukil dari
beberapa kitab ulam salaf dalam masalah ini. Semoga tulisan ini memberikan
manfaat bagi kita semua. Dan kita senantiasa berdo’a kepada Allah agar
menunjuki kita ke jalan-Nya yang lurus dalam semua amalan kita. Amiiiinn... (ยต)
Home | News | Dunia Islam | Kuliah | Remaja | Sastra | Hiburan | Tips & Trick |
lmu Dunia
Komentar
Posting Komentar