Sejarah Munculnya Peringatan Maulud Nabi
Disebutkan para ahli sejarah bahwa
kelompok yang pertama kali mengadakan maulid adalah kelompok Bathiniyah, mereka
menamakan dirinya sebagai Bani Fatimiyah dan mengaku sebagai keturunan ahli
bait (keturunan Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam).
Disebutkan bahwa kelompok Batiniyah
memiliki 6 peringatan maulid, yaitu
-
maulid Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam,
-
maulid Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu,
-
maulid Fatimah,
-
maulid Hasan,
-
maulid Husain dan
-
maulid penguasa mereka.
Daulah Bathiniyah ini baru berkuasa
pada awal abad ke-4 H. Oleh karena itu, para ulama sepakat bahwa maulid
Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam baru muncul di zaman belakangan,
setelah berakhirnya massa tiga abad yang paling utama dalam umat ini (al
quruun al mufadholah).
Artinya peringatan maulid ini belum pernah ada di
zaman Nabi Saw, para sahabat, tabi’in dan para tabi’ tabi’in.
Al Hafizh As Sakhawi mengatakan:
“Peringatan maulid Nabi shallallahu
‘alahi wa sallam belum pernah dinukil dari seorang pun ulama generasi terdahulu
yang termasuk dalam tiga generasi utama dalam Islam. Namun peringatan ini
terjadi setelah masa itu.”
Pada hakikatnya, tujuan utama daulah ini mengadakan
peringatan maulid Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam adalah dalam
rangka menyebarkan aqidah dan kesesatan mereka. Mereka mengambil simpati kaum
muslimin dengan kedok cinta ahli bait
Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. (Dhahiratul Ihtifal bil
Maulid An Nabawi, Abdul Karim Al Hamdan)
Siapakah Bani Fatimiyah
Bani Fatimiyah adalah sekelompok
orang Syiah pengikut Ubaid bin Maimun Al Qoddah. Mereka menyebut dirinya
sebagai Bani Fatimiyah karena menganggap bahwa pemimpin mereka adalah keturunan
Fatimah putri Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Meskipun aslinya
ini adalah pengakuan dusta. Oleh karena itu, nama yang lebih layak untuk mereka
adalah Bani Ubaidiyah bukan Bani Fatimiyah. Kelompok ini memiliki paham Syiah
Rafidhah yang menentang Ahlusunnah, dari sejak didirikan sampai masa
keruntuhannya berkuasa di benua Afrika bagian utara selama kurang lebih dua
abad. Dimulai sejak keberhasilan mereka dalam meruntuhkan daulah Bani Rustum
tahun 297 H dan diakhiri dengan keruntuhan mereka di tangan daulah Salahudin Al
Ayyubi pada tahun 564 H. (Ad Daulah Al Fathimiyah, Ali Muhammad As
Shalabi).
Daulah Fatimiyah ini memiliki
hubungan erat dengan kelompok Syiah Al Qaramithah Bathiniyah. Perlu diketahui
bahwa Kelompok Al Qaramithah Bathiniyah ini memiliki keyakinan yang sangat
menyimpang dari ajaran Islam. Di antaranya mereka hendak menghilangkan syariat
haji dalam agama Islam. Oleh karena itu, pada musim haji tahun 317 H kelompok
ini melakukan kekacauan di tanah haram dengan membantai para jama’ah haji,
merobek-robek kain penutup pintu ka’bah, dan merampas hajar aswad serta
menyimpannya di daerahnya selama 22 tahun. (Al Bidayah wan Nihayah, Ibnu
Katsir).
Siapakah Abu Ubaid Al Qoddah
Nama aslinya Ubaidillah bin Maimun,
kunyahnya Abu Muhammad. Digelari dengan Al Qoddah yang artinya mencolok, karena orang ini
suka memakai celak sehingga matanya kelihatan mencolok. Pada asalnya dia adalah
orang Yahudi
yang membenci Islam dan hendak menghancurkan kaum muslimin dari dalam. Dia
menanamkan aqidah batiniyah. Dimana setiap ayat Alquran itu memiliki makna
batin yang hanya diketahui oleh orang-orang khusus di antara kelompok mereka.
Maka dia merusak ajaran Islam dengan alasan adanya wahyu batin yang dia terima
dan tidak diketahui oleh orang lain. (Al Ghazwul Fikr dan Ad
Daulah Al Fathimiyah, Ali Muhammad As Shalabi).
Dia adalah pendiri dan sekaligus
orang yang pertama kali memimpin Bani Fatimiyah. Pengikutnya menggelarinya
dengan Al Mahdi Al Muntazhar (Al Mahdi yang dinantikan
kedatangannya). Berasal dari Iraq dan dilahirkan di daerah Kufah pada tahun 206
H. Dirinya mengaku sebagai keturunan salah satu ahli bait Ismail bin Ja’far As
Shadiq melalui pernikahan
rohani (nikah
non fisik). Namun kaum muslimin di daerah Maghrib (Maroko) mengingkari
pengakuan nasabnya. Yang benar dia adalah keturunan Said bin Ahmad Al Qoddah.
Terkadang orang ini mengaku sebagai pelayan Muhammad bin Ja’far As Shodiq.
Semua ini dia lakukan dalam rangka menarik perhatian manusia dan mencari
simpati umat. Oleh karena itu, tidak heran jika banyak di antara orang-orang
yang tidak tahu di daerah Afrika membenarkannya dan menjadikannya sebagai
pemimpin. (Al Bidayah wan Nihayah karya Ibn Katsir dan Ad
Daulah Al Fathimiyah karya Ali Muhammad As Shalabi).
Sikap Para Ulama Terhadap Bani Ubaidiyah (Fatimiyah)
Para ulama Ahlussunnah telah
menegaskan status kafirnya klan ini. Karena aqidah mereka yang menyimpang. Para
ulama menegaskan tidak boleh bermakmum di belakang mereka, tidak boleh
menyalati jenazah
mereka, tidak boleh adanya hubungan saling mewarisi di antara mereka, tidak
boleh menikah dengan mereka, dan sikap-sikap lainnya sebagaimana yang
selayaknya diberikan kepada orang kafir. Di antara ulama Ahlussunnah yang
sezaman dengan mereka dan secara tegas menyatakan kekafiran mereka adalah As
Syaikh Abu Ishaq As Siba’i. Bahkan beliau mengajak untuk memerangi mereka.
Syaikh Al Faqih Abu Bakr bin Abdur Rahman Al Khoulani menceritakan:
“Syaikh Abu Ishaq bersama para ulama
lainnya pernah ikut memerangi Bani Aduwillah (Bani Ubaidiyah) bersama bersama
Abu Yazid. Beliau memberikan ceramah di hadapan tentara Abu Yazid: ‘Mereka
mengaku ahli kiblat padahal bukan ahli kiblat, maka kita wajib bersama pasukan
ini yang merupakan ahli kiblat untuk memerangi orang yang bukan ahli kiblat
(yaitu Bani Ubaidiyah)…’” Di antara ulama yang ikut berperang melawan Bani Ubaidiyah
adalah Abul Arab bin Tamim, Abu Abdil Malik Marwan bin Nashruwan, Abu Ishaq As
Siba’i, Abul Fadl, dan Abu Sulaiman Rabi’ Al Qotthan. (Ad Daulah Al
Fathimiyah, Ali Muhammad As Shalabi). Sampai akhirnya mereka ditaklukkan
oleh Salahudin Al Ayyubi.
Setelah kita memahami hakikat
peringatan maulid yang sejatinya digunakan sebagai sarana untuk menyebarkan aqidah
kekafiran Bani Ubaidiyah…akankah kita selaku kaum muslimin yang membenci mereka
melestarikan syiar orang-orang yang memusuhi ajaran Nabi shallallahu
‘alahi wa sallam?? Perlu kita ketahui bahwa merayakan maulid bukanlah wujud
cinta kita kepada Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Bukankah para
sahabat, ulama-ulama Tabi’in, dan Tabi’ Tabi’in adalah orang-orang yang paling
mencintai Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Namun tidak tercatat
dalam sejarah
bahwa mereka merayakan peringatan maulid. Akankah kita katakan mereka tidak
mencintai Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam.
Seorang penyair mengatakan:
Jika cintamu jujur tentu engkau akan menaatinya…
karena orang yang mencintai akan taat kepada orang yang dia cintai…
Cinta yang sejati bukanlah dengan merayakan hari
kelahiran seseorang… namun cinta yang sejati adalah dibuktikan dengan ketaatan
kepada orang yang dicintai. Dan bagian dari ketaatan kepada Nabi shallallahu
‘alahi wa sallam adalah dengan tidak melakukan perbuatan yang tidak beliau
ajarkan.
Wallahu Waliyyut Taufiq
Ditulis Kembali oleh : Khoirony
Dinulil dari tulisan Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan
Pembina Konsultasi Syariah)
Artikel www.KonsultasiSyariah.com
Artikel www.KonsultasiSyariah.com
Dan Sumber Lainya..
Home | News | Dunia Islam | Kuliah | Remaja | Sastra | Hiburan | Tips & Trick | lmu Dunia
Komentar
Posting Komentar