Tentang Hukum mendengarkan Nyanyian
Ø Penyusun:
Ummu Rumman
Ø Penulis : Khoirony
Ø Muraja’ah :
Ustadz Abu Salman
Suatu ketika seorang akhwat tengah
duduk bersama beberapa temannya mengerjakan tugas kuliah. Tak jauh dari mereka,
duduk pula seorang teman. Sepertinya ia sedang menunggu kedatangan seseorang.
Sang akhowat terheran-heran melihat temannya. Telah satu jam lebih ia duduk
tanpa melakukan apapun kecuali ia tampak berkonsentrasi penuh menghafalkan
sesuatu yang tertulis dalam kertas yang dipegangnya. Ketika rasa ingin tahunya
tak terbendung lagi akhowat tersebut pun bertanya, apakah gerangan yang ia
hafalkan? apakah yang tertulis dalam kertas tersebut? Betapa kagetnya ketika ia
dapati isi kertas tersebut adalah syair lagu-lagu (musik). Astagfirullah…
wal ‘iyyadzubillahi min dzalik.
Ya ukhty, betapa melekatnya musik di
kehidupan umat muslim saat ini. Di mana pun, kapan pun, bahkan saat kondisi
apapun musik tidak terlepas dari mereka. Ada pendapat yang mengatakan bahwa
sesungguhnya musik membantu proses belajar. Orang yang belajar dengan diiringi
musik, maka ilmu itu akan lebih mudah terpatri di dalam dirinya. Sebagian lagi
menganjurkan kepada wanita yang sedang hamil untuk secara rutin memperdengarkan
musik klasik pada usia kehamilan tertentu untuk membantu perkembangan
pertumbuhan otak sang jabang bayi. Dan pendapat yang tak kalah jahil adalah
perkataan yang menyebutkan bahwa orang-orang yang tidak menyukai musik adalah
orang yang kasar hatinya. Subhanallah… Maha suci Allah dari segala apa
yang mereka tuduhkan…
Hukum Musik dan Lagu
Allah Ta’ala telah berfirman, “Dan
di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna
untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan
jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.”
(QS. Luqman: 6) Sebagian besar mufassir (Ulama Ahli Tafsir -ed) berkomentar,
yang dimaksud dengan “perkataan yang tidak berguna” dalam ayat tersebut
adalah nyanyian. Hasan Al Basri berkata, “Ayat itu turun dalam masalah musik
dan lagu.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Kelak akan ada dari umatku beberapa kaum yang
menghalalkan zina, sutera, minuman keras dan musik.” (HR. Bukhari dan Abu
Dawud). Maksudnya adalah akan datang pada suatu masa di mana beberapa golongan
dari umat Islam mempercayai bahwa zina, memakai sutera asli, minum minuman
keras dan musik hukumnya halal, padahal semua itu adalah haram. Imam Syafi’i
dalam kitab Al Qodho’ berkata, “Nyanyian adalah kesia-siaan yang
dibenci, bahkan menyerupai perkara batil. Barangsiapa memperbanyak nyanyian
maka dia adalah orang yang dungu, kesaksiannya tidak dapat diterima.”
Ya ukhty, telah jelas haramnya musik
dan nyanyian. Maka janganlah engkau menjadi ragu hanya karena banyaknya orang
yang menganggap bahwa musik itu halal. “Dan jika kamu menuruti kebanyakan
orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan
Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka
tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).” (QS. Al-An’am: 116)
Adapun orang-orang yang menyatakan
tentang halalnya musik maupun mengatakan tentang berbagai manfaat musik, maka
cukuplah kita katakana kepada mereka, apakah engkau mengaku lebih mengetahui
kebenaran dan kebaikan daripada Allah dan Rasul-Nya ?
Bingkisan Istimewa untuk Saudariku agar
Bersegera Meninggalkan Musik dan Lagu
Ya ukhty, salah satu tanda syukurmu
atas nikmat yang diberikan oleh Allah adalah engkau menggunakan nikmat-Nya
untuk beribadah kepada-Nya. Serta engkau tidak menggunakan nikmat-Nya untuk
bermaksiat kepada-Nya. Ingatlah bahwa tidak ada sesuatu pun nikmat pada dirimu
melainkan nikmat itu berasal dari Allah. Maka janganlah engkau gunakan
nikmat-nikmat Allah itu untuk sesuatu hal yang tiada berguna terlebih lagi
dengan perkara yang telah jelas keharamannya.
Ukhty, engkau telah mengetahui bahwa
biasanya kesudahan hidup seseorang itu pertanda dari apa yang dilakukannya
selama di dunia, lahir dan batin. Dan diantara tanda seseorang itu husnul
khotimah atau su’ul khotimah adalah ucapan yang sering ia ucapkan di akhir
hayatnya. Karena itu, demi Allah! Janganlah engkau menganggap remeh masalah
musik ini. Engkau mungkin mengatakan, “Ah, aku hanya mendengarnya sekali dua
kali saja. aku mendengarnya hanya untuk mengisi waktu senggang atau ketika
bosan. Kupikir itu tidak akan berpengaruh pada diriku.” Tahukah engkau
ukhty, sesungguhnya pelaku maksiat itu terbiasa karena ia mengizinkan satu dua
kali tindakan maksiat. Meskipun hanya sekali dua kali, itu tetaplah maksiat dan
bisa mendatangkan murka Allah.
Sekali engkau mendengar atau
menyanyikannya, maka sebuah noktah telah kau torehkan pada hatimu. Dan karena
telah sekali engkau terlena, engkau pun cenderung melakukannya lagi sehingga
makin sulit engkau berlepas diri dari musik dan nyanyian. Dan ketika musik
telah menjadi kebiasaan, sungguh dikhawatirkan ia akan menjadi kebiasaan hingga
akhir hidup. Betapa sering telinga ini mendengar kisah tentang orang-orang yang
mengakhiri hidupnya dengan lantunan musik dan lagu. Mereka tidak bisa mengucapkan
syahadat Laailaha illallaah, meski dengan terbata-bata. Justru lantunan
musik yang terdengar dari lisan mereka – Na’udzubillahi min dzalik.
Meski mungkin mereka pun menginginkan untuk mengucapkan kalimat syahadat,
tetapi tenyata lisan mereka terasa ‘berat’ dan telah terlanjur terbiasa dengan
musik.
Ukhty, kita memohon pada Allah
kesudahan hidup yang baik. Meninggal sebagai muwahid dan syahadat Laailaha
illallaah sebagai penutup hidup kita. Aamiin…
Maraji’:
- 70 Fatwa Tentang Al-Qur’an (Abu Anas Ali bin Husain Abu Luz)
- Berbenah Diri untuk Penghafal Al-Qur’an (Dr. Anis Ahmad Kurzun), Majalah As Sunnah, edisi Ramadhan 06-07/ Tahun XI/ 1428H/ 2007M
- Bersanding dengan Bidadari di Surga (Dr. Muhammad bin Ibrahim An-Naim)
- Hukum Musik dan Lagu, Rasa’ilut Taujihaat Al Islamiyyah, 1/ 514 – 516 (Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu)
- Kiat Mengatasi Kendala Membaca dan Menghafal Al-Qur’an (Haya Ar-Rasyid)
Komentar
Posting Komentar