Cantik Itu Relatif, Jelek Itu Absolut – Benarkah?

Pernah denger istilah di atas?  Katanya sih kecantikan itu ada di mata yang melihat.  Beauty is in the eyes of the beholder.  Ada benarnya.  Tapi bagaimana Anda menjelaskan bahwa ada 1 juta orang lebih yang setuju kalau Dian Sastro itu cantik sementara paling cuma beberapa yang setuju kalau diri Anda cantik?

Mungkin Anda bisa berkelit: “yah Dian Sastro terkenal kan karena cantik.”  Hei coba pikir lagi: bukankah sebaliknya?  Karena cantik dia terkenal?  Ditambah lagi, tutur katanya santun dan otaknya memang berisi.  Paket lengkap deh.

Sebagai pekerja yang sudah berkecimpung sekian lama di bidang entertainment sebagai orang ‘belakang layar’, perihal cantik dan jelek ini selalu menarik perhatian saya.  Waktu saya bekerja di sebuah rumah produksi dan mengerjakan acara kuis, saya dilibatkan dalam casting dan menentukan para model yang akan memeragakan hadiah-hadiah kuis.  Pekerjaan yang lumayan melelahkan karena dalam satu hari saya dihadapkan dengan puluhan model-model cantik dan ganteng, tapi saya dan teman-teman satu tim hanya boleh memilih tiga orang. 

Saat itu, saya yang masih belum berpengalaman hanya bisa mengangguk-angguk setuju saat semua orang di tim saya memilih salah satu kandidat, dan turut mencela-cela saat mereka melontarkan komentar-komentar seperti: “Cakep sih, badannya bagus tapi kok keliatan cengok ya?”  atau “Ah ini mukanya kepinteran, mana mau dibayar murah.  Next!”

Percayalah, Anda gak akan mau deh berada di rapat orang-orang penentu hasil casting. 

Komentar-komentar itu tak dimaksudkan untuk terdengar keji walau kalau yang dikomentari mendengar pasti langsung ingin bunuh diri atau minimal operasi plastik.  Komentar bernada kritik pedas itu terlontar karena kami harus menjaga agar si pengisi acara ini sesuai dengan visi dan misi acaranya.  Tidak sedikit kok acara televisi yang membutuhkan talent dengan wajah-wajah ‘berkarakter’ (ya, ini adalah jargon yang kami gunakan untuk merujuk pada mereka yang tidak ganteng dan tidak cantik alias jelek). 

Seorang teman saya, seorang entertainer, malah pernah bilang begini: “Masuk televisi itu di dunia mana pun hukumnya cuma satu: kamu harus cantik atau cakep banget, atau jelek banget sekalian.” 

Sedihnya, saat itu saya terpaksa setuju.  Orang ‘nanggung’, sama nasibnya seperti orang ‘intelek’, sulit masuk televisi kecuali masuk berita dengan kasus bombastis.  Tak ada tempat di program hiburan buat yang ‘nanggung’. 
Itu di dunia hiburan.  Bagaimana di dunia cinta?

Kembali lagi ke istilah yang saya bahas di awal tulisan ini: benarkah kecantikan atau kegantengan itu tergantung siapa yang melihat? 
Di sinilah (kita pikir) di mana cinta itu jadi faktor.
Sering kan melihat pasangan yang lelakinya ganteng banget tapi perempuannya jelek banget atau sebaliknya?  Ngaku deh, jangan pake bilang saya jahat dulu.  Kenapa hal ini bisa terjadi? 

Dulu, jika menemukan fenomena semacam ini, saya selalu berpikir si perempuan pasti pake susuk atau minimal ke dukun barang sekali dua kali untuk memikat si lelaki.  Kok negatif bener pemikirannya?  Lho iya, logikanya nggak masuk soalnya, karena lelaki itu pada dasarnya mahluk visual.  Nggak mungkin dia tertarik pada sesuatu atau seseorang yang nggak membuat indera penglihatannya bereaksi positif.

Face it, girls, kita lebih mudah menerima kekurangan dibanding pria.  Kata sains juga perempuan itu lebih tahan sakit ‘kan?  Apalah artinya gangguan sedikit pada mata saat melihat lelaki yang tak tampan.  Anda sering bilang kok: yang penting jujur, baik hati, sayang sama kita dan bertanggungjawab.  Ganteng itu bonus.
Ah perempuan, kenapa sih begitu cepatnya kau puas?  Hihihihi!

Setelah itu, pengalaman mengajarkan kepada saya bahwa barangkali si lelaki memang punya kemampuan melihat kepribadian si perempuan.  Tapi di dalam hati kecil saya, keraguan itu selalu ada.  Masa sih ada lelaki yang bisa tertarik sama perempuan jelek sebaik apa pun perempuan itu?  Bohong.  Nggak mungkin.  Lalu saya mulai terobsesi pada hal ini dan banyak mencari tahu. 

Saya pernah menonton satu dokumenter soal wajah ganteng dan cantik dan hubungannya dengan ketertarikan.  Ternyata ya, manusia itu lebih mudah tertarik dengan simetri.  Wajah yang serbasimetris jelas menduduki posisi puncak (baca: mendekati sempurna) sementara yang kurang simetris (baca: jauh dari sempurna) ada di urutan bawah.  Eksperimen pun menunjukkan bahwa bayi lebih mudah ditenangkan orang yang berwajah simetris dibanding yang tidak.  Itu bayi lho, yang belum punya referensi apa pun soal wajah dan daya tarik. 

Tahukah Anda manusia terkenal mana yang wajahnya simetris mendekati golden proportion yang ditemukan oleh Leonardo Da Vinci?  Yap, tak lain dan tak bukan adalah Brad Pitt, aktor Hollywood yang jadi idola jutaan wanita di dunia ini.  Menarik ya betapa ‘kebetulan’ ini ternyata pas dengan eksperimen bayi yang saya tonton.  Sampai di akhir dokumenter ini dikatakan: jangan pernah tanya lagi pada orang apa dia ganteng atau cantik, tapi tanyakan: “Apakah wajahmu simetris?”  Lucu ya?

Ternyata cantik, ganteng dan buruk rupa itu bisa diteliti secara ilmiah!
Namun, dari sekian banyak teori soal hal ketertarikan fisik ini, ada satu teori yang menurut saya agak menjawab pertanyaan-pertanyaan saya.

John Money, professor emeritus psikologi medis dan pediatri di Universitas John Hopkins, melalui penelitiannya menemukan ‘peta cinta’ di otak manusia yang berisi sekelompok pesan yang punya kode tersendiri, yang menggambarkan apa yang kita sukai atau tidak sukai.  Di peta ini tergambar selera kita tentang pilihan rambut, warna mata, suara, aroma dan bentuk tubuh yang kita inginkan ada pada pasangan kita.  Soal selera kita akan kepribadian pasangan kita juga sudah tercatat di ‘peta cinta’ tersebut.
Nah loh, jadi kriteria soal pasangan ideal itu bukan kita karang sendiri lho ternyata.  Fakta ilmiah mengatakan bahwa kita sudah terlahir dengan elemen-elemen ini di otak kita.

Jadi bener dong apa yang dibilang bahwa jodoh kita sebenarnya udah ditentukan jauh sebelum kita lahir… saat otak kita terbentuk?
Apakah ini cara ilmu pengetahuan modern menjelaskan ‘takdir’? 
Seru ya.

Kalau begitu, saya mungkin kurang setuju dengan istilah ‘beauty is in they eyes of the beholder’ tadi.  Mungkin setelah menemukan fakta sederhana ini, saya ingin meluruskan sedikit: cantik jelek itu relatif.  Yang absolut adalah peta cinta di otak kita yang ternyata menentukan 80% kelancaran proses perjodohan kita, karena 10% adalah faktor usaha dan 10% sisanya adalah keberuntungan.

Mungkin ini juga sebabnya walau kampanye soal inner beauty seru banget digembar-gemborkan para feminis, industri make-up dan kecantikan tetap bertahan.  Kenapa?  Karena kita sebenarnya sadar bahwa walau kita tak secantik… maaf, maksud saya tak se-simetris Dian Sastro, kita tetap harus menjaga agar anugerah ragawi yang merupakan karunia pencipta ini tampak prima, minimal saat bersama pasangan atau saat menarik perhatian pasangan.  Perempuan mana sih ya yang nggak suka tampil cantik?  Seperti saya sering bilang di Twitter atau saat perform stand up comedy: kalau beneran gak suka tampil cantik, mending gak usah mandi sekalian.

Baiklah sebelum ditimpukin para feminis garis keras, sekarang saya mau tanya pada Anda: seberapa besar faktor fisik mempengaruhi penilaian Anda saat menyukai seseorang?  Seberapa besar juga usaha Anda untuk tampil cantik untuk pasangan?  Jujur yuk, sah-sah aja kok tertarik dan ingin menarik secara fisik. 
Namanya juga manusia.  :)

Komentar

  1. Bagus artikelnya. Saya hanya ada ide cantik dari luaran. Mungkin untuk menambahkan, yaitu http://www.anakadam.com/2016/08/sporty-itu-cantik/ Terimakasih.

    BalasHapus

Posting Komentar