Belajar Berorganisasi Di Kampus

Sebagai makhluk sosial, manusia memang akan selalu membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Manusia selalu berorganisasi di dalam setiap lingkungannya. Baik dalam keluarga, di lingkungan kampung, tempat kerja / kantor, maupun waktu di sekolah / kampus. Bahkan tubuh manusia sendiri terdiri dari susunan sel-sel yang saling berorganisasi & berinteraksi secara harmoni dalam kinerjanya.

BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) / Hima (himpunan mahasiswa) / organisasi lain dalam kampus / kemhasiswaan (apapun namanya), dalam wacananya selalu memiliki dua sisi, layaknya dua sisi matang uang. Terkadang dianggap hebat & wah, ada yang menganggapnya biasa-baisa saja, / bahkan ada yang meremehkan alias memandang sebelah mata.
Belajar berorganisasi ternyata tak semudah kelihatan & teorinya. Ada banyak hambatan dalam perjalanannya untuk menunjukkan eksistensi & visi misinya. Masalah dengan Universitas sendiri (seperti pendanaan, tempat & ijin), masalah dengan mahasiwa umum, internal kepengurusan (antar fakultas), hingga antar anggota sendiri (sesama anggota).
Apa sih BEM itu?
Menurut situs wikipedia, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) ialah lembaga kemahasiswaan yang menjalankan organisasi serupa pemerintahan (lembaga eksekutif). Dipimpin oleh Ketua / Presiden BEM yang dipilih melalui pemilu mahasiswa setiap tahunnya. Soal tugas dasar & pokoknya berbeda-beda tergantung kebijakan masing-masing kampus.
Kenapa Sih Mengikuti Kegiatan Organisasi Di Kampus? 

Ada bermacam-macam alasan & motivasi, mulai dari mencari nama / ketenaran / jabatan, untuk mendekati pihak-pihak tertentu (pejabat kampus, bikin yang ditaksir terkesan), hobi, untuk menyalurkan inspirasi & aspirasi sesama mahasiswa, sebagai gengsi, sekedar ikut-ikutan, atau mungkin memang murni ingin belajar berorganisasi.

Dalam kegiatan ini, jika dioptimalkan & diniatkan untuk benar-benar ikut terlibat, maka akan dapat mengambil banyak pelajaran, bekal yang sangat baik dalam memasuki persaingan di dunia kerja nantinya setelah lulus. Di sini, kita akan menemui keanekaragaman karakteristik mahasiwanya. Belajar bagaimana cara menyikapi perbedaan, membangun tim kerja yang solid, berhubungan & berinteraksi dengan birokrasi & politik dalam lingkungan kampus, menyelesaikan masalah internal, membagi waktu antara kuliah, organisasi, rumah / keluarga & urusan lainnya (urusan pekerjaan / urusan pribadi lainnya), menyamakan persepsi, menyelaraskan visi & misi, dan berbagai rintangan lain yang memberikan sensasi unik untuk para anggotanya (ada beberapa yang tentunya terlalu aneh / bahkan kocak untuk dituliskan di sini). Berhubungan erat dengan visi & misi serta memanggul nama dari almamater, baik secara langsung maupun tidak langsung, secara intern maupun ekstern.

Bagi anda yang sudah berpengalaman / jika selama ini Anda merasa tau / merasa sudah pernah mengkuti kegiatan semacam ini semasa Anda sekolah / kuliah dulu, coba Anda telaah lagi. Benarkah yang saya tuliskan di atas tadi? (kalau salah, ya maaf, karena saya saja masih belajar, hehe… tapi saya menulis itu hanya untuk saling mengingatkan dan berbagi pengalaman, bukan untuk menyindir / memojokkan pihak-pihak tertentu yang merasa pernah terlibat dengan kegiatan seperti itu).
Konsekuensi & Tanggung Jawab. 

Anda berani mencalonkan diri, atau setidaknya maju mengatas namakan rekan-rekan anda, menjadi penyalur aspirasi warga kampus (mahasiswa), dan apapun jabatannya, anda telah menjadi salah satu orang penting di kampus (tapi nggak usah sombong & lebay deh… nggak penting-penting amat kok).

Sebelum mendaftar / mencalonkan diri, tentunya Anda sudah punya semacam peta kekuatan. Sebuah gambaran mengenai calon-calon partner sesama anggota BEM nantinya, membaca kondisi politik kampus beserta aturan mainnya, mengenai bagaimana kondisi peninggalan dari masa pemerintahan sebelumnya, dan apa visi misi, program kerja serta cara mewujudkannya ke depan. Intinya, anda harus tau peta kekuatan dan kelemahan kampus, organisasi ini, serta diri anda sendiri, dan juga harus siap dengan segala resiko yang akan terjadi, bila nantinya anda telah terpilih menjadi seorang pemimpin / setidaknya memiliki posisi struktural yang lebih tinggi dari mahasiswa biasa, sebab itu adalah tanggung jawab & wewenang anda. Terlebih lagi jika andalah sang pemimpin BEM tersebut.

Jika nanti di tengah jalan, di masa pemerintahan anda sedang berlangsung, terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, semisal konflik dengan siapa saja, termasuk anggota sendiri, maka itu adalah wajar. Sebagai efek perbedaan persepsi dari masing-masing individu. Ya namanya juga menyamakan persepsi dari karakter individu yang berbeda-beda, pastilah ada kendalanya.
Kita memang tidak dibayar / digaji (setidaknya dapat beasiswa, lumayan lah, kuliah gratis, tinggal bayar kebutuhan sehari-hari aja, seperti transport, makan, pulsa, jajan, biaya nge-date, dsb, hehe…), tapi itu adalah konsekuensi yang harus kita terima, mau tidak mau harus kita hadapi. Cari inti permasalahan dan cari solusi untuk memecahkannya memang tidaklah mudah. Tapi jangan lantas menghela napas panjang, jengkel, marah, emosi, menyumpah, adu jotos / tawuran, anarkis lalu merusak barang-barang (ini seperti kelakuan beberapa para anggota parlemen deh, hehe…), saling menyalahkan (saling tuding), saling lempar tanggung jawab dan ujung-ujungnya lantas meletakkan jabatan begitu saja.

Mengatur Niat 

Kalau anda merasa setres, jengah dan jengkel dengan keikutsertaan anda dalam organisasi tersebut, cobalah kembali di mana awal anda berdiri. Mari kita telusuri bersama. Mulai dari motivasi / niat awal anda, tujuan, serta perkiraan resiko yang mau tak mau harus anda tanggung. Toh anda maju atas kesadaran sendiri kan? Tidak ada paksaan dari orang lain. Jabatan memang bisa membuat semena-mena & berkuasa, tapi ingat, jabatan juga bisa membuat orang tertekan dan setres. Tantangannya adalah, bagaimana cara anda bisa mensinergikan antar sesama anggota organisasi dalam menyamakan persepsi untuk mewujudkan visi dan misi serta program kerja yang telah ditetapkan dan direncanakan bersama. Yakinlah, Insyaallah dengan niat yang baik dan tulus, serta kesabaran dan pengertian, maka perselisihan dan perbedaan pendapat yang mencolok dan membuat panas suasana tersebut, tak lebih hanyalah bumbu kebersamaan. Sebab anda adalah pemimpin, yang dipercaya diberi amanat yang baik, tanggung jawab, serta wewenang untuk memimpin organisasi tersebut menuju ke arah yang lebih baik & bermanfaat bagi semua. Dengan menata kembali hati dan niat kita, harapannya dapat menjadi lebih bijaksana dalam menjadi pemimpin yang amanah, dan mampu menyikapi segala kondisi dalam organisasi tersebut dengan kepala dingin, Insya Allah, amin….

Sebab menjadi pemimpin itu tidaklah mudah, sekecil apapun level kepemimpinan kita, amanah yang diberikan merupakan kepercayaan yang harus diemban dan dijaga dengan sebaik-baiknya. Seperti yang tertera dalam penggalan ayat berikut yang menggambarkan pentingnya menjaga sebuah amanat :

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS : Al-Anfal 27)

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS : An-Nisa 58)
Jadi, apapun kegiatan organisasi anda, baik di tingkat lokal maupun nasional, bahkan internasional, berpeganglah selalu ayat di atas. Mesikpun ayat di atas hanya berapa saja, tapi cukuplah untuk mengingatkan kita akan arti pentingnya menjaga sebuah amanat. Sehingga kita dapat dijauhkan dari siksa pedih adzab-Nya, subhanallah….

Komentar