Remaja 13 - Air Mata Taubatmu, Duhai Jiwa Keropos Iman
Wanita muda itu
terlihat kusut dan lusuh. Air matanya terus berjatuhan, isaknya sangat
memilukan, pekat batinnya terpancar dari wajahnya yang penuh beban. Semua
penyesalannya ditumpahkan di hadapanku.
Dia masih sangat
muda, belum genap tiga puluh tahun usianya, pernah terjatuh dan menduakan Allah
serta bermaksiat. Kini nuraninya tersadar, menggedor-gedor pintu hatinya agar
bertaubat.
“Aku sungguh
hina dan buruk, masa lalu yang penuh kejahiliyahan, menduakan-Nya, dan
meninggalkan segala perintah-Nya,” jeritnya lirih.
Kubiarkan
wanita muda itu menangis beberapa menit. Setelah agak tenang, kubacakan ayat
indah dari Sang Ghaffar padanya.
“Janganlah kamu
bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, sesungguhnya kamulah
orang-orang yang paling tinggi (derajatnya) jika kamu orang-orang beriman” (Ali
Imran 139)
“Apakah aku
harus mati saja saat ini?” Tanyanya pilu, seakan ayat yang kusebutkan belum
mampu menenangkan batinnya yang porak-poranda.
“Kematian adalah
sesuatu yang pasti, namun matilah dengan cara yang Allah ridhai. Simaklah
firman-Nya dalam surat An-Nisa’ ayat 78: “Di mana saja kamu berada, kematian
akan mendapati kamu, meskipun kamu di dalam benteng yang tinggi dan kokoh,”
kucoba memotivasinya.
“Otak ini telah
beku, dihimpit rasa yang menusuk-nusuk. Aku benar-benar putus asa dengan
hidupku,” keluhnya lagi dalam tangis.
Beberapa saat
kemudian, kucoba menenangkan agar tangisnya sedikit reda. “Sesungguhnya, tiada
berputus asa dari Rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir,” ujarku mengutip
surat Yusuf ayat 87.
Tangisnya
terdiam sesaat, namun benteng hatinya tak cukup kokoh menahan gejolak jiwanya.
“Apakah Allah akan mengampuni dosaku yang seluas samudera?” keluhnya lagi.
“Duhai jiwa,
ketahuilah janji-Nya dalam ayat-ayat cinta yang indah: ‘Dan Dialah yang
menerima taubat hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan dan
mengetahui apa yang kamu kerjakan.’ Itulah janji Allah dalam surat Asy-Syura
ayat 25, wahai jiwa yang renta, apakah engkau memahaminya?” tanyaku padanya.
Lagi-lagi dia
sesenggukan dalam tangis panjang, nuraninya mengajak pada kebenaran,
hidayah-Nya meresap dengan pelan dalam lubuk hati.
“Duhai jiwa,
sebuah hadits dari sang kekasih Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh
At-Tirmidzi, begini sabdanya, “Sesungguhnya Allah menerima taubat hamba selama
nyawa belum sampai di kerongkongan.” Adakah engkau meyakininya?” ujarku
memotivasi.
Dia tampak
manggut-manggut mendengar penjelasanku, wajahnya sedikit berubah, air matanya
tidak separah sebelumnya. “Nasihati aku satu ayat lagi,” pintanya.
“Katakanlah:
“Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas pada diri mereka sendiri, janganlah
kalian berputus asa dari Rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa
semuanya. Sesungguhnya Dialah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,” jawabku
sambil menyitir surat Az Zumar ayat 153.
Dia terdiam,
tangisnya pelan-pelan reda, wajahnya terlihat cerah, menyala optimis jiwanya.
“Aku akan
menjemput taubat pada Rabb yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang,” bisik
wanita muda itu penuh tekad kuat di depanku.
Aku pun larut
dalam tangis hening, aura kesyukuran bergurat lembut dalam hati, menyaksikan
hamba yang sedang berusaha mendekat-Nya.
“Berkah Allah
atasmu wahai jiwa yang sedang menuju kesucian taubat,” doaku lirih.
Duhai jiwa yang keropos imannya
Saatnya engkau bangkit dari keterlenaan dunia
Rengkuh iman yang dulu menyala di dada
Diri yang penuh lumpur dosa dan nista
Butuhkan suntikan religi membara
Reguk manisnya sujud cinta
Di atas taubatan nashuha.
Saatnya engkau bangkit dari keterlenaan dunia
Rengkuh iman yang dulu menyala di dada
Diri yang penuh lumpur dosa dan nista
Butuhkan suntikan religi membara
Reguk manisnya sujud cinta
Di atas taubatan nashuha.
Komentar
Posting Komentar